Memasuki minggu kedua dan ketiga bulan Ramadan, berburu kuliner sudah menjadi agenda wajib jelang berbuka puasa. Apalagi dengan makin ramainya jadwal berbuka puasa bersama atau bukber untuk mempererat tali silaturahim.
Namun, ada satu hal yang perlu diperhatikan saat berkuliner, yakni utamakan label halal dari makanan yang dipilih. Jangan sampai ketidakhalalan penganan yang menjadi pilihan untuk berbuka puasa malah menjadi 'nila' bagi ibadah puasa kita.
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin mengurai sejumlah faktor yang bisa membuat makanan dikategorikan sebagai makanan haram. Haram itu ada yang karena zatnya, artinya bendanya. Misal berasal dari babi, bangkai, darah, dan hewan yang dipotong tidak dengan menyebut nama Allah. Binatang buas dan hidup di dua alam (juga haram) hukumnya.
Selain itu, makanan juga menjadi haram jika pengolahannya tidak sesuai syariat Islam atau tercampur dengan zat yang haram. Ada juga nanti yang bisa haram karena bercampur dengan barang yang haram. Label haram juga dilekatkan oleh Al-Qur’an kepada barang yang memabukkan seperti khamr dan minuman beralkohol lainnya.
Lantaran banyaknya faktor penyebab keharaman bahan makanan, MUI telah mengembangkan sertifikasi untuk menjamin kehalalan suatu produk. Sertifikat halal harus menjadi tolak ukur dalam memilih penganan, terutama bagi umat muslim saat akan berkuliner mencari tempat berbuka puasa.
Untuk memperoleh sertifikat ini paling tidak dibutuhkan waktu sebulan dari proses pengajuan hingga penerbitan sertifikat. Altematif lainnya, kaum muslim bisa membeli produk makanan yang halal dengan memastikan kehalalannya kepada penjual.