Mengucapkan kalimat “istirja’” atau “Innalillahi wainna ilaihi raji’un” memang sering kita ucapkan pada saat mendengar seseorang yang meninggal, terlebih lagi yang meninggal tersebut ialah seorang muslim. Lantas bolehkah kita mengucapkan kalimat Istirja’ pada non muslim yang meninggal yang?
M. Sholich Mubarok pernah membahas hal ini bahwa sebelum menjawab pertanyaa diatas, kita perlu memahami terlebih dahulu apa arti dari pahami terdahulu arti istirja’. Istirja’ atau kalimat “Innalillahi wa innailahi rajiun” ini telah ada dalam Al-Qur’an, dimana orang-orang yang sabar itu akan mengucapkan kalimat istirja’ ketika mendapat musibah. Sebagaimana Alloh SWT berfirman:
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" (QS Al-Baqarah : 156)
Adapun arti dari Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun ini ialah “sesungguhnya segala milik Allah dan akan kembali kepada Allah”. Inti dari kalimat istirja’ ialah kita semua milik Allah. Sehingga baik muslim maupun non muslim, semuanya adalah ciptaan Allah. Kemudian kalimat innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’un ini pun bukanlah sebuah doa dan bukan pula bermaksud unutk mendoakan seseorang yang wafat, tetapi kalimat zikir ketika tertimpa musibah, salah satunya yaitu meninggal dunia. Adapun ketika yang meninggal dunia tersebut ialah non muslim, maka tidak menjadi masalah. Karena lafaz tersebut bermakna bahwa kita ini semua milik Allah dan semuanya akan kembali kepada-Nya.
Dalam suatu kesempatan Syaikh bin Baz rahimahullah pernah ditanya tentang mengucapkan kalimat istirja’ kepada laki-laki atau wanita kafir yang meninggal. Maka Beliau pun menjawab:
Ketika Seorang kafir meninggal, maka tak mengapa kita mengucapkan “inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”, terlebih lagi yang meninggal tersebut adalah keluarga kita, dan ini tidak mengapa. Mengingat semua Manusia akan kembali kepada Allah dan semuanya pun milik Allah, jadi tidak mengapa melakukan hal tersebut.
Namun yang perlu digaris bawahi disini ialah kita jangan sampai mendoakannya, seperti doa-doa yang sering kita ucapkan untuk orang muslim yang meninggal, juga kita tidak perlu mengucapkan “wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Rabb-mu dengan diridhai” yang ada dalam surat Al-Fajr. Karena jiwa orang kafir hakikatnya tidak tenang, perkataan tersebut hanya untuk orang mukmin saja.
Jadi tak mengapa kita mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, ataupun kalimat lain seperti “Ahsana ‘aza-aka fihi” ,“maa fi ba’sin” yang intinya kita turut berduka sedalam-dalamnya atas kematian non muslim tersebut. Karena mungkin saja orang tersebut telah memberikan mashalahat dalam hidup kita, ia telah berbuat baik pada kita. Batasannya ialah kita tidak memohonkan ampunan bagi orang-orang yang kafir dan mati dalam kekafirannya. Walaupun orang kafir tersebut masih saudara kita sendiri. Sebagaimana Alloh melarang Nabi Ibrahim as. yang mendoakan dan memintakan ampunan bagi ayahnya yang kafir.
قَالَ سَلامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا
“Berkata Ibrahim: "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku” (QS. Maryam:47)
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ إِلا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لأوَّاهٌ حَلِيمٌ
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahanam
Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (QS. At-Taubah: 113-114).
Dari ayat diatas dapat kita ambil pemahaman bahwa Mengucapkan kalimat istirja’ kepada kafir itu hukumnya boleh. Selama lafaz tersebut tidak bermakna doa ataupun memohonkan ampunan. Wallahua’lam.