Guebanget.com - Menentukan figur yang tepat untuk menempati posisi pemimpin merupakan hal yang penting dan mendasar dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk pembangunan negara.
Cara memilih dan menjadi seorang pemimpin dalam Quran dan Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam sudah mengatur sejak awal.
Pertama, kepemimpinan dalam pandangan AQuran bukan sekedar kontrak sosial antara sang pemimpin dengan masyarakatnya, tetapi merupakan ikatan perjanjian antara dia dengan Allah
surat Al-Baqarah (2): 124, "Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat perintah dan larangan (amanat), lalu Ibrahim melaksanakannya dengan baik. Allah berfirman: Sesungguhnya Aku akan menjadikan engkau pemimpin bagi manusia. Ibrahim bertanya: Dan dari keturunanku juga (dijadikan pemimpin)? Allah swt menjawab: Janji (amanat)Ku ini tidak (berhak) diperoleh orang zalim".
Kedua, kepemimpinan menuntut keadilan. Keadilan adalah lawan dari penganiayaan, penindasan dan pilih kasih. Keadilan harus dirasakan oleh semua pihak dan golongan. Diantara bentuknya adalah dengan mengambil keputusan yang adil antara dua pihak yang berselisih, mengurus dan melayani semua lapisan masyarakat tanpa memandang agama, etnis, budaya, dan latar belakang.
Lihat Q. S. Shad (38): 22, "Wahai Daud, Kami telah menjadikan kamu khalifah di bumi, maka berilah putusan antara manusia dengan hak (adil) dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu".
Karena itu, setiap warga perlu mencatat baik-baik janji setiap calon saat kampanye lalu melakukan pengawasan terhadap keberjalanan pemerintahannya. Poin-poin tersebut lalu diberikan tanda apakah sudah terlaksana atau belum di akhir suatu periode evaluasi. Demikianlah fungsi rakyat seharusnya sebagai pengawas utama pemerintahan, yang selama ini, masih belum berfungsi di Indonesia.
Hal ini dapat kita lihat pada sikap dalam mengemban amanah yang dimiliki oleh Nabi Musa yang menggenapkan masa kerja selama delapan tahun bahkan menambah baktinya sampai sepuluh tahun dalam Q. S. Al-Qasas (28) : 27-28.