Pagi tadi aku mendengarkan sebuah pemaparan yang cukup menarik di sebuah acara pendidikan. Di sebutkan bahwa sekolah di zaman sekarang ada yang mencetak dan ada yang membentuk anak didik. Disebutkan bahwa ketika sebuah sekolah mencetak anak didiknya, itu adalah sebuah proses di mana, anak-anak akan ‘dibuat’ dengan sebuah standar yang sama seolah-olah anak dimasukkan ke dalam cetakan yang sama. Dan lulusan dari sekolah tersebut akan ‘tipikal’ sama, bagai pabrik dengan produk yang seragam. Nah, menariknya jika sekolah yang membentuk anak didik, lulusan yang dihasilkan tetap menonjolkan keunikan anak per anaknya. Dalam proses membelajarannya, bukan memasukkan anak ke dalam cetakan yang sama. Namun, mengembangkan anak agar anak menemukan pengembangan unik dirinya masing-masing. Mungkin akan berbeda bagaimana anak menemukan unik mereka masing-masing. Namun, justru keunikan itulah yang akan membuat anak bukan sekedar survive, namun bisa unggul (dengan caranya masing-masing).
Betapa dalam perkembangan anak, para orangtua, pemerhati pendidikan, guru hendaknya jangan salah kaprah menanggapi tentang standar pendidikan. Jika tidak tepat mengaplikasikan standar ini, justru keseragaman anak dapat ‘mematikan’ keunikan anak. Anak kemudian akan berkembang sesuai dengan cetakan yang diinginkan oleh orangtua atau guru, namun keunikan dirinya justru tidak muncul. Padahal keunikan dirilah yang nanti akan menjadi ‘motor diri’. Motor diri untuk menjalankan diri dalam berbagai aktifitas hidupnya ketika ia memang masih mengenyam bangku sekolah atau pun ketika ia telah dewasa kelak. Cetakan pendidikan, memang menghasilkan pendidikan dengan standar kualitas tertentu. Namun, belum memfasilitasi bagaimana anak menemukan uniknya diri.
Membentuk dalam pendidikan membutuhkan usaha yang tidak sedikit, membutuhkan kesabaran, cinta, dan juga keyakinan bahwa anak dapat berkembang melalui cara mereka masing-masing. Mereka akan menemukan uniknya diri versi mereka, bukan versi yang ditentukan. Para orangtua, pemerhati pendidikan, dan guru hendaknya juga bersabar dengan timing anak yang berbeda-beda dalam menemukan ini. Juga harus yakin bahwa setiap anak dapat menemukan passionnya masing-masing.
Bersabarlah dalam proses anak menemukan dirinya. Tahanlah diri untuk mengambil alih sesuatu jika anak sedang mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugasnya. Berikan cinta dengan mengapresiasi capaian anak, sekecil apapun itu. Kalaupun dia belum berhasil mengatasi kesulitannya, apresiasi atas usaha keras dan sikap tidak menyerahnya. Beri dia motivasi bisa dengan berbagai cara, dengan memberikan kata-kata semangat, dengan menceritakan kisah-kisah perjuangan para nabi atau sahabat rasul untuk yang muslim, dengan cerita-cerita anak yang membahas berbagai karakter, bisa juga dengan menceritakan kisah perjuangan ayah atau ibu di waktu kecil dulu. Hal-hal inilah yang menuju kepada ‘penemuan diri’ anak.
Yuk, kita lebih concern lagi pada pendidikan anak agar mereka bukan hanya sekedar survive pada masanya, tapi bisa unggul dengan keunikan dirinya!