Pagi tadi aku dibuat kecewa oleh ulahku sendiri. Ketika aku tak sengaja melihat struk belanja kemarin sore dari supermarket, aku hanya bisa menyesali dan kemudian berusaha mengkalkulasi ulang dan berharap aku salah lihat jejeran angka yang tertera pada struk belanja tersebut. Setelah beberapa kali menghitung memang ada ketidakcocokan antara jumlah benda yang ada di struk belanja dengan barang yang memang kubeli. Aku membeli 4 bungkus wafer, namun yang tertera si struk belanja adalah 24 bungkus! Mengapa aku tidak teliti ya? Mengapa aku ngga ‘ngeh’? Memangnya aku sedang melakukan apa sih, hingga aku tidak fokus dengan belanjaanku sendiri (yang sebenarnya jumlahnya hanya sedikit). Aku masih teringat suasana ketika aku hendak membayar. Kala itu aku pergi bersama saudaraku dan ketika di kasir, sebenarnya aku tak melakukan hal lain selain membayar. Hanya saja, kala itu aku ingin segera mencari minuman karena haus. Ya, itu mungkin masalahnya, ketika aku dikasir, namun aku memikirkan minuman. Bukannya fokus membayar dan meneliti barang belanjaan malah pikiran berjalan-jalan ke sana ke mari. Menyesal, kesal, sebel, sama diri sendiri yang tidak fokus dan teliti dalam melakukan sesuatu. Dan kejadiannya kemarin adalah ketika berbelanja. Akhirnya aku ikhlaskan saja, mencoba mengambil pelajaran dari kejadian itu, dan mengantisipasi agar hal tersebut tidak terulang lagi.
Aku jadi ingat istilah mindfullness, ketika manusia hendaknya hidup ‘mengkini’. Benar-benar menghadiri setiap momen hidup dengan ‘penuh’ baik itu jiwa dan raganya. Kalau kita lihat kejadian di supermarket, bukan hanya badannya saja yang hadir di kasir, namun pikirannya juga. Lha, kala itu pikiranku sudah ada di cafe lantai bawah supermarket. Kejadian supermarket ini hanya satu dari sekian banyak mungkin kita pernah terpisah antara jiwa dan raganya. Ada juga kejadian lain yang mungkin hampir serupa, intinya kejadian yang terjadi karena kita tidak fokus. Seperti kita yang kehilangan kunci mobil. Ketika pikiran kita melakukan reka ulang kejadian (baca: mengingat-ingat kejadian sebelumnya), seperti ada momen yang memang ‘missed’ dari reka ulang tersebut. Nah, kalau teman yang mendalami NLP pernah bilang sih, itu adalah salah satu momen ketika pikiran kita terburu-buru, belum selesai menyimpan file kejadian, namun kita sudah memulai momen lainnya lagi. Kebayang betapa menumpuknya kerja pikiran kita?
Kalau kita pakai analogi, sama dengan kita ‘mencabut’ flashdisk ketika kita hendak menyimpan data. Ya yang terjadi, data tidaklah bisa tersimpan. Atau bisa juga dengan kita pakai analogi tumpukkan pakaian yang belum selesai disetrika dan dilipat. Kita punya lemari file dengan milyaran ingatan. Ingatan bisa disimpan rapi jika sudah disetrika dan dilipat. Nah, jika kita lupa terhadap sesuatu, mungkin saja tumpukan ingatan kita baru disetrika saja belum dilipat, jadinya ya bisa ada momen yang ‘missed’ dalam filling ingatan kita.
So, agar tak terjadi kehilangan kunci, ketinggalan telepon seluler, lupa parkir di mana, tidak fokus saat belanja, dan berbagai peristiwa lainnya, maka....meng-kini lah! Hadir dan sadar penuh atas momen-momen hidupmu. Simpanlah file memorimu hingga tuntas, baru lakukan aktifitas yang berikutnya.