Dalam kehidupan berumah tangga kita sering melihat ada seorang suami yang lebih mementingkan kebutuhan ibunya dari pada kebutuhan istri dan anaknya. Suami tersebut selalu memenuhi apapun yang diperlukan oleh ibunya, bahkan tak jarang juga suami malah mengabaikan kewajibannya untuk menafkahi anak dan istri demi memenuhi kebutuhan ibunya.
Bagaimanapun seorang istri hendaknya dapat mendukung suaminya tersebut untuk melakukan ketaatan terhadap perintah Allâh SWT, dimana salah perintah Allâh SWT, tersebut ialah berbakti kepada kedua orang tuanya, terlebih kepada ibunya. Sejatinya Membangun rumah tangga bukan berarti melupakan orangtua, saudara dan kerabat. Kketika mereka semua mempunyai hak, maka wajiblah kita memenuhi hak tersebut. Namun suami hendaknya ia memahami adanya skala prioritas sehingga tidak sampai menimbulkan konflik di keluarga.
Selain memberikan nafkahpada istri dan anak, ternyata seorang suami pun wajib untuk membantu dan menafkahi orangtuanya jika ternyata meraka membutuhkannya.
Ibnul Mundzir dalam Mughnil Muhtâj, asy-Syarbini, pernah mengatakan bahwa Para Ulama telah sepakat mengenai kewajiban menafkahi kedua orangtuanya yang tidak mempunyai pekerjaan atau tidak mendapat kekayaan dengan harta anak mereka. Sebagaimana sabda Rosululloh SAW bersama orang Badui, orang badui pun berkata : “Saya memiliki harta dan orangtua, dan ayah saya pun ingin menghabiskan harta saya” Maka Nabi SAW pun menjawab,
“Engkau dan hartamu boleh dipakai oleh orangtuamu. Sungguh, anak-anak kalian itu termasuk penghasilan yang terbaik, maka dari itu makanlah dari penghasilan anak-anak kalian.” [HR. Ahmad, no. 7001. Dishahihkan Al-Albani)
Adapun syarat orang tua wajib diberikan nafkah sebagaimana dalam Hasyiyah Ibnu Abidin 2/678 dan Minahul Jalîl, 2/448, terdapat dua syarat yakni:
Dalam Al-Ihkâm , 2/287, Al-Asybah wan Nazhâ`ir dan Ibnu Nujaim, 4/161. Memberikan penjelasan yang jelas mengenai hal ini. Jika ternyata kedua nafkah (nafkah orang tua dan nafkah anak istri) tersebut bisa dipenuhi oleh anak, maka wajib hukumnya anak untuk melakukan pemberian nafkah tersebut. Namun jika ternyata harta tersebut hanya cukup untuk salah satu nafkah, maka nafkah keluargalah (istri dan anak) yang harus didahulukan, karena nafkah keluarga merupakan sebuah konsekuensi dari akad nikah, dan juga merupakan hak manusia.
Adapun nafkah orangtua hanya sebagai kebaktian dan bantuan, dan juga termasuk hak Allâh SWT. Dan hendaklah hak manusia harus didahulukan dari pada hak Allâh SWT, karena hak manusia pada dasarnya ialah musyâhhah (saling menuntut), adapun hak Allâh SAW ialah musâmahah (pengampunan). Al-Amidi dalam Al-Ihkâm , 2/287, Al-Asybah wan Nazhâ`ir , Ibnu Nujaim, 4/161, mengatakan bahwa Hak manusia harus didahulukan atas hak-hak Allâh SWT. terkhusus dalam prioritas nafkah, Nabi
SAW bersabda:
“Mulailah dengan menyedekahi dirimu sendiri. Jika ada sisa, bersedekahlah pada keluargamu. Dan jika masih terdapat sisa lagi maka berikanlah kepada kerabatmu. (HR. Muslim, no. 997).
Dari hadits dapat kita ambil kesimpulan, sebagaimana dalam I’lâmul Muwaqqi’in ,Ibnul Qayyim 1/116. Nafkah keluarga tetap wajib meskipun kepala keluarganya jatuh miskin, Adapun nafkah, jika anak mampu dan wajib memberikan nafkah, karena para Ulama sepakat akan kewajiban dalam mendahulukan nafkah anak istri sebelum orangtua.
Pada intinya seorang suami hendaknya bisa bermusyawarah dengan istri, meminta persetujuan, saran serta solusi yang baik dalam masalah menafkahi orang tua, atau dalam hal ini ialah ibu.