Stres teknologi atau teknostres pada mulanya selalu dikaitkan dengan SDM yang sulit menangani komputer di tempat kerja. Namun kini, istilah itu mencakup segala bentuk stres yang dipicu oleh dampak pemakaian teknologi. Sebut saja misalnya kita berang dan geram ketika tidak menemukan acara TV tertentu, merasa khawatir dan takut karena dimata-matai oleh peranti kamera dan elektronik canggih. Atau, nyali kita menciut, gugup, dan cemas akan kehilangan kerja karena disinyalir akan digunakan teknologi terbaru di kantor.
Merebaknya rasa frustrasi karena merasa tidak berdaya dan dijajah oleh teknologi mutakhir ternyata bisa memicu sikap agresif. Survei terbaru memperlihatkan, separuh dari semua manajer dan eksekutif bisnis di AS terperangkap oleh teknostres. Kalangan eksekutif puncak ini umumnya pernah dan bahkan kerap melampiaskan rasa marahnya pada komputer. Akibatnya, papan ketik sering dipukul dan rusak, mouse kerap terbang dan melayang, serta layar monitor pun dihajar. Sementara para pekerja (SDM) merasa tidak mampu lagi mengendalikan teknologi, kurang mendapat pelatihan yang memadai, dan akhirnya terjebak dalam timbunan data plus informasi yang menggunung.
Sulit dibantah bahwa kian banyak orang yang terjebak, terperangkap, dan tertekan oleh beragam inovasi dan teknologi mutakhir. Tanpa disadari, perlahan tapi pasti, kita mulai tergantung, dirasuki, dan akhirnya dijajah oleh kinerja rekayasa baru.
Padahal seharusnya teknologi dan peranti rekayasa itu adalah pelayanan kita dan menjadi pendukung kita yang setia. Agar terhindar, merasa aman, dan akhirnya bisa lolos dari berbagai jebakan dan perangkap stres teknologi atau teknotres, mari kita canangkan beberapa kiat proaktif berikut ini.
Pertama, nikmati hidup ini dengan tetap berpikir positif dan tidak takut dengan kemajuan teknologi. Jadi, janganlah menarik diri dari selalu berupaya menghindar dari gemerlapnya dunia rekayasa canggih. Jika Anda gagap teknologi komputer atau internet misalnya, janganlah malu-malu untuk belajar, mencari info, dan mulai memahaminya setahap demi setahap.
Kedua, berani menghadirkan sikap kritis lalu bertanya kepada diri sendiri, apakah semua teknologi baru itu benar-benar perlu, atau sekadar mau kelihatan hebat, keren, dan bergengsi semata?
Ketiga, biarkan TV, komputer dan HP beristirahat sejenak. Upayakan tidak menonton TV, tidak menggunakan komputer, dan meninggalkan HP di rumah sehingga Anda bisa rileks. Jadi tidak terganggu oleh kinerja perangkat teknologi dan bisa mengendurkan syaraf plus pikiran Anda dengan bebas.
Keempat, jadilah sosok pribadi yang mantap dan bos yang baik karena Andalah yang menguasai dan memberikan perintah kepada teknologi. Itu artinya Anda tidak tergila-gila, didominasi, dan dijajah oleh peranti HP, email atau internet.
Kelima, janganlah terlalu memaksakan diri untuk mencari, memilih, dan memakai rekayasa plus teknologi mutakhir. Apalagi kalau ini membuat Anda merasa tidak nyaman, pusing, dan malah bingung.
Keenam, tentukan dengan saksama, hati-hati, dan arif sampai sejauhmana teknologi itu bisa Anda gunakan dalam kegiatan sehari-hari. Ada saatnya Anda memang harus sedikit menjauh, agak menghindar, dan kadang bersembunyi dari pengaruh HP, telefon, komputer, dan internet.