Beberapa waktu yang aku aku berdiskusi dengan seorang ibu. Ibu ini memiliki anak yang cerdas, ceria, namun di pelajaran tertentu di sekolahnya ia juga termasuk anak yang pencemas. Setelah berdiskusi dengan ibu tersebut, aku konsultasikan kisah kecemasan anak ini kepada seorang psikolog. Ternyata cemas ini perlu kita cari akar penyebabnya. Diskusi lebih jauh pun berlanjut. Dari diskusi lanjutan bersama ayah dan ibunya diperolehlah informasi bahwa ternyata sang ibu adalah tipe orang tua yang selalu mempersiapkan urusan-urusannya dengan rapi. Sang anak lebih banyak mengadaptasi pola asuh dari ibunya karena memang dalam kesehariannya ia lebih banyak berinteraksi dengan sang ibu. Karenanya ketika ia mengalami kesulitan di pelajaran tertentu tersebut, ia cemas. Ia cemas karena ia tidak dapat mengantisipasi kesulitannya. Kurang lebih mirip dengan kecemasan ketika kita kehujanan dan tidak membawa payung. Bagi orang dengan tipe selalu mempersiapkan sesuatu dengan matang, menghadapi kesulitan yang tidak dapat diantisipasi adalah sesuatu! Dan inilah menjadi salah satu sumber kecemasan.
Dari kisah di atas, kita dapat bercermin bahwa anak akan mengadaptasi apa yang ia lihat atau dengar dalam kesehariannya. Hal ini lah juga yang cukup besar menjadi dasar, kepribadian anak akan berkembang ke arah mana. Bisa jadi ia mirip ibu, ayah, atau ia mengadaptasi keduanya. Tapi tidak menutup kemungkinan juga ia tidak mengadaptasi pola pikir ayah atau ibunya jika ia tidak dibesarkan (secara dominan) oleh ke dua orang tuanya. Bisa juga ia mengadaptasi pola pikir nenek, kakek, om, atau tante tergantung anak mendapatkan pengasuhan dominan dari mana. Bahkan ada juga yang mengadaptasi pola pikir pengasuhnya!
Pola pikir kita pun terbentuk dengan sejarahnya masing-masing, hingga akhirnya menjadi kita yang kini. Menjadi orangtua adalah salah satu amanah dari Allah. Bukan juga ketika memiliki anak, kita menjadi terbebani karena merasa harus menjadi orangtua dengan kepribadian yang ‘sempurna’. Bagaimana pun kepribadian kita, yakinlah Allah sudah menempatkan kita dan anak (yang sudah kita miliki atau belum) dengan pemikiran-Nya. Jangan juga ada pikiran bahwa kepribadianmu adalah begini dan ini sangat tidak ideal! Justru dengan diberikan tanggung jawab dengan membesarkan anak, kita diberi kesempatan oleh Allah untuk berjalan menuju perkembangan kepribadian ke arah yang lebih baik. Misal nih, kita termasuk orang yang kewalahan dalam mengatur barang bawaan, sering barang bawaan kita tertinggal di sana-sini. Dengan adanya anak, kita merasa memiliki tanggung jawab untuk tidak meninggalkan barang bawaan kita sembarangan. Tidak mungkin dong ketika hendak bepergian, kita selalu melupakan membawa kereta dorong bayi.
Bagi yang sudah memiliki anak, jika ada sebuah perilaku anak yang membuat tanya, cobalah dahulu untuk flash back tentang pola pikir Anda. Adakah pola pikir yang tanpa sadar anak Anda adaptasikah? Atau jika tidak ada, coba selidiki dari mana pola pikir tersebut berasal. Mungkin hal ini pula lah salah satu asal dari peribahasa, “Buah Jatuh Tak Jauh dari Pohonnya”.