Anies Rasyid Baswedan bukan hanya dikenal sebagai akademisi dan politisi, tetapi juga sebagai pendidik bangsa yang konsisten membangun Indonesia lewat gagasan visioner dan keteladanan nyata. Di tengah berbagai tantangan pembangunan dan krisis nilai dalam kehidupan berbangsa, Anies menghadirkan narasi alternatif: bahwa perubahan tidak selalu harus dimulai dari kekuasaan, tetapi dari kesadaran, pendidikan, dan kepemimpinan yang memberi contoh.
Dari ruang kelas hingga ruang publik, dari kampus ke birokrasi, Anies menunjukkan bahwa pendidikan adalah jalan utama untuk menciptakan bangsa yang beradab, cerdas, dan mandiri.
Pendidikan sebagai Fondasi Perubahan Bangsa
Bagi Anies, pendidikan bukan sekadar proses mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi alat paling kuat untuk mengubah masa depan suatu bangsa. Pandangan ini bukan hanya teori, tetapi menjadi dasar dari seluruh perjalanan dan kontribusinya.
Sejak menjadi Rektor Universitas Paramadina di usia muda, Anies mempromosikan pendidikan yang menumbuhkan karakter, integritas, dan tanggung jawab sosial. Ia memperkenalkan semangat pluralisme, toleransi, serta mendorong mahasiswa untuk aktif dalam kegiatan sosial dan kemanusiaan.
Namun langkah terbesarnya muncul pada tahun 2010, ketika ia menggagas gerakan Indonesia Mengajar—sebuah inisiatif yang mengirim para sarjana terbaik Indonesia untuk mengajar di pelosok-pelosok negeri. Gerakan ini lahir dari keyakinan bahwa semua anak Indonesia, tanpa terkecuali, berhak mendapatkan guru yang baik, pendidikan yang layak, dan harapan akan masa depan yang lebih baik.
Keteladanan dalam Kepemimpinan
Ketika dipercaya menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 2014, Anies membawa semangat perubahan yang telah lama ia perjuangkan. Ia menekankan pentingnya pendidikan karakter, mengurangi tekanan pada sistem Ujian Nasional, dan memperbaiki sistem kurikulum agar lebih kontekstual dan membumi.
Yang membedakan Anies dari banyak pemimpin lainnya adalah gaya kepemimpinan yang tidak hanya berbicara, tapi juga memberi teladan. Ia hadir sebagai pemimpin yang mendengarkan, menjelaskan, dan merangkul—bukan menggurui. Dalam setiap kebijakan, ia selalu mengedepankan nilai-nilai: keadilan, kesetaraan, dan kemanusiaan.
Kepemimpinannya di Kementerian tidak bertahan lama karena reshuffle, namun pengaruhnya terasa. Ia meninggalkan jejak tentang bagaimana seharusnya pendidikan dijalankan — dengan hati, data, dan keberpihakan kepada murid dan guru.
Mendidik Lewat Kebijakan Publik
Ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta (2017–2022), Anies melanjutkan misinya mendidik — kali ini melalui kebijakan publik. Ia menjadikan kota sebagai ruang belajar, di mana setiap kebijakan mencerminkan nilai dan pembelajaran sosial.
Beberapa contoh nyata:
Penataan Kampung Akuarium dan Kampung Melayu, bukan digusur, tapi dibangun kembali bersama warga — menjadi pelajaran tentang keadilan ruang.
Transportasi publik yang terintegrasi dan ramah lingkungan mengajarkan warga tentang modernitas yang berkelanjutan.
Trotoar dan jalur sepeda bukan hanya infrastruktur, tapi simbol peradaban kota yang manusiawi.
Program rumah DP 0 rupiah, meski tidak tanpa kritik, menjadi bentuk edukasi tentang hak atas tempat tinggal yang layak.
Anies mendidik warga kota bukan dengan ceramah, tetapi dengan kebijakan yang membentuk pola pikir dan budaya baru. Ia mengajak warga untuk terlibat, berpikir kritis, dan turut serta membangun Jakarta.
Gagasan sebagai Warisan
Anies sering menyampaikan bahwa “kekuasaan itu sementara, tapi gagasan itu abadi.” Itulah mengapa dalam setiap peran yang ia jalani, ia selalu menekankan pentingnya mewariskan ide, bukan sekadar hasil fisik. Baginya, pemimpin yang berhasil adalah mereka yang meninggalkan arah dan nilai, bukan hanya proyek.
Warisan Anies yang paling penting mungkin bukan pada beton, gedung, atau infrastruktur, tetapi pada generasi yang terinspirasi untuk berpikir, bertindak, dan memimpin dengan cara yang benar.
Pemimpin yang Mendidik Lewat Teladan
Dalam dunia yang semakin cepat, gaduh, dan sering kehilangan arah, Anies Baswedan hadir sebagai contoh pemimpin yang sabar membangun lewat pendidikan dan keteladanan. Ia meyakini bahwa bangsa besar dibangun bukan oleh satu figur, tapi oleh masyarakat yang terdidik, tercerahkan, dan terinspirasi.
Melalui gagasan dan tindakan, Anies menunjukkan bahwa mendidik bangsa bisa dilakukan dari mana saja: dari ruang kelas, mimbar pidato, kursi pemerintahan, hingga ruang-ruang publik. Dan dari sanalah perubahan sejati bermula.